*Teeet....!! Teeeet....!! (Suara klakson mobil)
*Deziig
“Hey , kamu gak apa apa?” . Suara
seorang lelaki
“Emh emh....” . Kepalaku terasa
sangat sakit , rasanya ingin pecah.
“Kamu harus segera dibawa ke Rumah
Sakit!”. Itu suara terakhir yang bisa aku dengar , sampai akhirnya aku tidak
sadarkan diri.....
Aku membuka mata perlahan lahan ,
masih dengan kepalaku yang terasa sangat berat. Aku melihat ke sekeliling ,
dinding dinding yang putih , sprei berwarna biru muda , dan aku melihat seorang
lelaki tertidur di tempat duduk dekat jendela yang tertutup.
Aku mencoba untuk bangun dari tempat
tidur ini , dan mulai menyadari bahwa aku sedang berada di Rumah Sakit. Namun lelaki
itu sepertinya menyadari gerakanku.
“Hey hey , kamu jangan terlalu
memaksakan diri” . Ucap lelaki itu.
“Emh... Kamu siapa?”.
“Aku orang yang semalam menabrakmu ,
aku Ryan. Maaf ya”.
Aku masih belum bisa melihat dengan
jelas wajah lelaki itu karena aku melihat banyak bayangan.
“Oh , iya tidak apa apa , kamu yang
mengantarku kesini?”
“Iya , itu sudah jadi tanggung
jawabku , ohiya nama kamu siapa?”
“Aku Alisha...”
Perlahan mataku sudah dapat melihat
dengan jelas , lebih baik daripada sebelumnya.
“Ka..kamu Ryan?”.
“Iya.. sepertinya tadi kamu belum
sadar ya?”
Ya , dia adalah Ryan pemain sepak
bola yang terkenal karena berhasil membawa klubnya juara tahun lalu , aku
menyukai sepak bola mungkin karena dulu ayahku sering mengajak aku dan juga
kakakku menonton pertandingan sepak bola.
“Kelihatannya seperti itu...”
“Sekali lagi aku minta maaf ya ,
saat itu aku sedang kacau”
“Tenang saja sekarang aku sudah
lebih baik”. Aku tak menyadari bahwa kening dan sikutku di perban.
“Ohiya?aku harus melakukan apa?”.
“Huh?maksudmu?”
“Ya sebagai tanda permintaan maafku”
“Ah , rupanya kamu orang yang sangat
merasa bersalah ya , sudahlah anggap saja itu sebuah musibah”
“Ayolah... Katakan saja”
“Baiklah , aku ingin kita makan di
sebuah restoran”
“Kamu yakin?”
“Memangnya ada yang aneh?”
“Tidak tidak , Biasanya fansku
meminta tanda tangan bukan?”
“Hahaha , kau terlalu yakin akan hal
itu rupanya”. Aku sedikit memulai pembicaraan dengan mengoloknya , karena
sebenarnya hatiku berkata ingin melakukan juga mendapat tanda tangannya , namun
aku terlalu malu untuk hal itu.
“Yaah , bisa jadi seperti itu”.
Satu hari kemudian aku diperbolehkan
untuk pulang , dan ia mengantarku sampai ke apartmentku , cukup aneh juga
mengapa pemain bola sepopuler dia masih saja ada waktu untuk melakukan ini.
Aku masuk ke dalam apartment yang
aku tinggali itu , Ryan kusuruh untuk menunggu di ruang tunggu lantai 1. Aku
segera mandi karena mungkin dua hari ini aku belum mandi , terasa lengket
sekali kulitku. Selesai mandi dan berdandan aku bergegas untuk menemui Ryan.
“Yuk...”. Kataku mengajaknya untuk
segera menjalankan mobilnya.
“Kita mau kemana?”. Katanya sambil
melirik ke arahku.
“Sudah nanti aku yang akan
menunjukan jalannya”
Aku segera memberitahu Ryan jalan
mana yang harus dilaluinya , dan lima belas menit kemudian kami sampai ke
restoran favorit ku , restoran jepang!
“Restoran jepang?” . Dia agaknya
sedikit heran dengan pilihanku.
“Hahaha , kamu belum pernah ke
restoran jepang?”
“Engg..... Aku tidak terlalu suka
dengan masakan mentah”
“Tenang saja , makanan jepang bukan
melulu soal masakan mentah!”
Sesampainya di Restoran jepang tersebut , aku memesan makanan
yang sudah sering aku makan disini , hampir tak pernah bosan aku memakannya.
“Ohiya , memangnya kamu tidak latihan Ryan?”. Aku mencoba membuka
pembicaraan terlebih dahulu
“Soal itu... Itu lah mengapa aku bisa sampai menabrakmu , aku
dicoret dari tim , pelatih yang saat ini menjabat punya masa lalu yang kelam
denganku”
“Apa maksudmu?”
“Dulu , saat aku berumur 11 tahun aku mengalahkan anaknya
dalam persaingan untuk masuk kedalam skuad tim , mungkin dia masih dendam
padaku”
“Pelatih macam apa itu? Memangnya sepak bola adalah tempatnya
membalas dendam” . Aku bisa merasakan bagaimana bila aku menjadi Ryan.
“Ya itu sudah menjadi keputusannya , mau bagaimana lagi?
Lagipula bulan depan aku akan ikut seleksi untuk masuk ke tim junior Evanes”.
“Bukankah timmu sekarang adalah tim terbaik di negara
ini?sedangkan Evanes tahun lalu hanya menduduki peringkat 5 dalam kompetisi”
“Wow , cukup mengejutkan seorang gadis sepertimu mengerti
soal sepak bola. Aku membutuhkan tantangan untuk membawa tim biasa menjadi tim
juara”
“Aku memang menyukai olahraga ini. Baguslah , kau adalah
seorang lelaki pejuang”
Sekitar 5 menit kami berbincang-bincang , dan makanan yang
kami pesanpun sudah datang. Pelayan disini memakai kimono , baju khas jepang
itu membuat suasana di restoran ini menjadi kental dengan suasana jepang.
Ruangannya pun dihiasi dengan pajangan pajangan yang
berhubungan dengan jepang , seperti huruf huruf kanji , samurai , dan banyak
lagi.
“Apa?Ramen?”. Ryan mengagetkanku yang sedang melihat suasana
restoran ini.
“Rupanya kau terkejut... dan membuatku terkejut”
“Aku kira kau memesan sushi , apa ramen itu enak?”. Dia
mengambil mie-nya dengan sumpit dan memperhatikannya.
“Cobalah dulu , baru berkomentar”. Aku segera menyantap
makanan kesukaanku ini.
Sluuurp.... Sluuuurp.... Suara suara itu terdengar cukup
sering karena rupanya Ryan menikmati makanan ini.
“Rasanya enak juga ya”
“Hahaha apa aku bilang”
“Uhuuk... Uhuuk...”. Rupanya ia tersedak karena makan terlalu
cepat.
“Hahaha pelan pelan , ini minum”. Aku menyodorkan segelas air
putih kepadanya.
Kami saling bergurau , ternyata Ryan sangat menarik untuk diajak
berbincang bincang. Sampai tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 21.00 dan
kamipun segera pulang karena kata penjaga disana restoran akan segera tutup ,
menyebalkan.
“Kapan kapan kita makan disini lagi ya!”. Kata Ryan di dalam
mobil
“Hahaha , kamu ketagihan ya?”. Tanyaku sambil tertawa karena
mukanya yang memerah , mungkin karena rasa pedas dari ramen itu
“Lumayanlah sekali sekali makan makanan yang extrem ,
uhuuuk... uhuuuk...” . Dia masih terbatuk , entahlah.
“Ayo minum lagi , aku tau kamu masih haus”
Tak berapa lama sampailah kami di apartmentku.
“Terimakasih untuk hari ini ya Alisha , senang berkenalan
denganmu”. Katanya sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Senang berkenalan denganmu juga Ryan” . Aku membalasnya
dengan menjulurkan lidahku.
Setelah kejadian itu , kita sering jalan bersama namun belum
pernah lagi kita ke restoran jepang itu , yah.. alasan Ryan ia tak mau sakit
perut karena pedasnya ramen itu. Aku memakluminya karena beberapa minggu lagi
ia akan mengikuti seleksi tim Evanes.
***
Hari ini adalah saatnya ia untuk mengikuti seleksi , ia
mengirim pesan lewat handphone miliknya
-Alisha , hari ini aku akan melakukan seleksi di tim
Evanes , kau tau lah. Kamu bisa dateng kan?-
-Iya aku tau Ryan. Bisa , sebentar lagi aku berangkat ya-
Aku segera menuju ke tempat latihan Evanes , biasanya aku
datang kemari bersama Ayah. Namun 1 tahun yang lalu Ayah dan Ibuku pindah
keluar kota karena harus melaksanakan tugas dari kantornya , sedangkan Kakakku
ia melanjutkan sekolahnya di luar negeri.
Saat sampai ke tempat yang aku tuju , Ryan sudah menunggu
diluar dekat pintu masuk ke stadion tersebut. Dia melihatku turun dari taksi
dan menghampiriku.
“Ternyata kau datang Alisha!”. Sapa Ryan.
“Bukannya aku sudah mengirimimu pesan , Ryan?”
“Oh aku tidak tau , handphone-ku dikumpulkan oleh
pelatih”
“Pantas saja , aku akan menontonmu dari bangku penonton oke ,
semangat!”. Aku menepuk pundaknya agak keras dan juga mencubit pipinya.
“Ah , apa apaan kamu ini , oke! Tunggu aku saat pulang ya!”.
Ryan berlari menuju lapangan karena saat itu pelatih tim Evanes sudah
membunyikan peluit tanda para calon anggota tim untuk berkumpul di lapangan.
Aku berjalan melewati koridor koridor yang sangat bersih ,
suara langkah kakiku menggema karena tidak ada siapa siapa di koridor tersebut
, decit suara sepatupun kadang terdengar.
Setelah aku duduk di bangku penonton , ternyata orang orang
yang menyaksikan seleksi ini cukup banyak. Aku kira seleksi itu tidak menarik.
***
“Bagaimana seleksinya , Ryan?”. Aku
membawakannya sebotol air mineral yang aku beli di salah satu kios dekat
stadion.
“Umm... Terimakasih Alisha , cukup
melelahkan”. Raut wajahnya mengkerut , mungkin karena teriknya sinar matahari
“Aku sudah tau , kapan hasilnya akan
diumumkan?”
“Besok hasilnya akan diumumkan , doakan
saja aku masuk”
“Tak perlu memintapun , aku akan
mendoakanmu... Ryan”. Gumamku dalam hati , aku hanya menggangguk tanda mengerti
pada Ryan.
“Hey! Hari ini aku akan membawamu ke
suatu tempat , kau mau?”. Tanya Ryan
“Kemana?”
“Sudahlah , ikut saja , ayo”. Ryan
meraih tanganku dengan lembut dan “menariknya” agar aku mengikutinya kedalam
mobil.
Diperjalanan aku melihat kesekitar ,
lama kelamaan jalan yang kita lalui semakin dipenuhi dengan pepohonan. Ryan
akan membawaku kemana? Jalan ini asing bagiku karena aku belum pernah pergi ke
daerah pegunungan.
***
Akhirnya kita sampai di suatu tempat
yang sangat hijau , penuh dengan pohon pohon cemara yang rindang , semak
belukar , rumput rumput yang halus , tempat indah macam apa ini? Aku juga
melihat sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu di ujung dekat sungai yang
airnya sangat tenang.
“Dimana ini?”. Tanyaku heran ,
karena ini tempat yang sangat nyaman
“Disinilah aku tinggal , aku tak
bisa hidup di tempat yang terlalu ramai dan berpolusi udara , aku memilih
tinggal disini , dan rumah kayu itu adalah rumahku”. Ryan menjelaskan tempat
ini padaku
“Kau pasti bercanda Ryan... Bila kau
mempunyai seorang Istri , apakah rumah itu muat?”. Aku tak mengerti bagaimana
jalan pikiran orang ini.
*Guuk..
Guuk...
Seekor anjing berlari menghampiri
Ryan , anjing kecil yang sangat menggemaskan yang dilehernya terdapat sebuah
kalung berinisial “S”
“Hap , Spike... kau sudah lama
menungguku ya , ohiya Alisha ini anjingku... Spike”. Anjing itu lantas
mengonggong seperti mengerti apa yang Ryan bicarakan.
“Ohiya , bila aku mempunyai seorang
Istri , rumah itu akan aku perlebar dan akan menjadi tempat paling nyaman
dimuka bumi ini”
“Hahaha , kau yakin? Bolehkah aku
masuk?”
“Ya! Silahkan saja , aku akan
bermain main bersama Spike diluar , kau masuk saja , kalau ingin minum , di
lemari es ada banyak minuman ambil saja”. Ryan memberikan kunci rumahnya padaku
, Ryan mempercayaiku? Entahlah.
Saat aku masuk.... Fuuuh udara sejuk
langsung menyambutku , fantastis! Rumah ini dengan dekorasi kuno terlihat
sangat menarik , semuanya terbuat dari kayu! Genting rumah inipun terbuat dari
daun yang dirajut , Ryan memang lelaki yang sangat tak terduga.
Jantungku berdegup saat melihat Ryan
bermain bersama Spike diluar , perasaan apa ini? Padahal tadi perasaan aneh ini
tidak ada. Aku menghiraukan perasaan aneh yang datang.
Aku melihat Ryan bermain bersama
Spike , Spike ternyata anjing yang pintar! Dia bisa menemukan Ryan dimanapun ia
berada di “hutan” ini. Saat aku melihat ke langit , ada sebuah pesawat yang
melintas , saat aku datangpun ada pesawat , mungkin rumahnya ini berada di
jalur pesawat. Aku menoleh ke arah lemari es-nya. Aku mengambil sebotol minuman
bersoda dari lemari es itu. Dan duduk disebuah kursi yang empuk
“Ryan... Kau memang berbeda”. Ucapku
dalam hati , aku tau apa yang aku rasakan sekarang , anehnya aku dan Ryan baru
berkenalan kurang dari satu bulan , namun.... Entahlah aku tak mengerti.
“Alisha...!! Coba kemari!!”. Ryan
berteriak dari luar , sepertinya dia menemukan sesuatu. Aku berjalan keluar dan
menghampiri Ryan.
“Lihat apa yang ku temukan!”. Ryan
menunjukan setangkai bunga yang tumbuh mekar di belakang pohon cemara.
“Bunga yang indah... Jenis apa ini?
Aku baru melihatnya”. Bunga itu penuh warna! Seperti pelangi , sangat indah
“Aku dulu menanam sebuah bunga
buatanku disini , tapi aku tak menyangka kalau hasilnya akan seperti ini!”.
Ryan sangat antusias akan temuan barunya ini
“Waw! Kamu yang menanamnya? Ini
jenis baru! Kamu bisa memberikan sebuah nama untuk bunga ini”.
“Kamu benar sekali.... Nama apa yang
bagus menurutmu?”. Disini terlihat sekali sifat Ryan yang sangat menyenangkan ,
ceria!
“Kamu yang harus menamainya , Ryan”.
Aku mengedipkan sebelah mataku
“Emm... Oke , apa ya....”. Dia
berpikir untuk beberapa saat...
“Ah! Aku tau , aku akan menamainya ,
Alisha...”
“Apa?Alisha?”. Aku sontak terkejut
mendengarkan ucapannya itu.
“Ya.. Alisha , nama yang indah
bukan?”. Perlahan Ryan mulai meraih tanganku , dia membelai rambutku dan
menatap mataku dengan tajam seakan akan ingin mengatakan sesuatu yang panjang
lebar.
“Alisha , aku tau ini terlalu cepat
untuk kita berdua , aku menyadari bahwa hubungan kita ini masih sangat wajar ,
namun dalam waktu yang singkat tersebut aku menemukan sesuatu yang aneh
diantara kita , sebuah perasaan yang tumbuh perlahan lahan... Awalnya aku
hiraukan perasaan itu , namun semakin lama perasan tersebut semakin mendesakku
untuk mengatakan sesuatu padamu , Alisha... I’m Fallin in love with you”.
Ucapan tersebut aku resapi , aku mengerti perasaan Ryan karena akupun merasakan
hal yang sama padanya , rangkaian katanya sangat menyentuh hatiku aku tak bisa
berkata apa apa , aku terdiam membisu.
“Ryan....”. Aku hanya bisa
mengucapkan kata itu saat ini , lidah ini rasanya seperti terkunci oleh sebuah
gembok yang sangat kuat sehingga menahan semua kata yang ingin ku ucapkan.
Saat aku menatap matanya , dia
sedang menatapku dan mata kita saling bertatapan dengan penuh perasaan yang
sangat membara. Wajah Ryan mendekati wajahku , tangannya memeluk tubuhku , aku
hanya memejamkan mataku dan beberapa saat kemudian , sesuatu yang hangat
menghinggapi bibirku.
Satu detik... Dua detik... Bibir
kita saling berpangutan , Tiga detik... Ryan melepaskan ciumannya dibibirku.
Aku merasa lega , ternyata Ryan mengerti jawabanku atas pernyataannya tersebut.
*Guuk...
Guuk....
Spike... Dia membuat suasana
romantis menjadi hancur berantakan , sial.
***
3 Tahun kemudian.....
Aku dan Ryan kini sudah bertunangan
, 2 minggu lagi kita akan melangsungkan pernikahan. Aku tetap tinggal di
apartmentku , dan Ryan dirumah kayunya bersama Spike.
Dan Spike , kini dia bisa mencariku
dimanapun dihutan dekat rumah Ryan! Anjing yang sangat pintar namun ukuran
tubuhnya tetap saja mini , sangat menggemaskan.
Ryan sudah menjadi atlet sepakbola
yang sangat populer , apa yang ia bicarakan 3 tahun lalu ternyata benar , 2
tahun berturut turut Evanes menjuarai kompetisi , hebat!
Ryan juga akan menjalani
pertandingan penting di kejuaraan dunia antar-klub , besok dia akan berangkat
menuju Jepang untuk bertanding melawan klub disana , dia berjanji akan
membawakanku mie ramen asli dari Jepang.
***
“Alisha , saat pulang nanti kita
akan langsung menyiapkan acara pernikahan kita”. Katanya saat di Bandara
“Sudahlah , kamu fokus saja pada
pertandingan nanti , oke”
“Yes , Mrs. Ryan!”. Katanya
“Hahaha teman temanmu sudah
menunggumu , hati hati ya”
“Spike.... Jaga Alisha sampai aku
kembali oke”. Katanya sambil mengusap kepala Spike dengan lembut.
“Guuk...Guuk...”. Spike kelihatannya
mengerti , dia memang bukan anjing biasa.
Aku melambaikan tangan pada Ryan
saat dia berjalan menuju pesawat , Spike dipangkuanku dan terus menggonggong ,
sepertinya Spike akan sangat merindukan Ryan.
***
Ryan mengabarkan bahwa pertandingan
di Jepang mereka menangkan dengan skor 3-0 , mereka semua bergembira karena
mereka berhasil mengalahkan tim kuat dari jepang itu dan malam ini akan pulang.
Aku tidur dengan nyenyak karena
mendengar kabar dari Ryan malam itu , sampai suatu kabar yang mengejutkan
muncul di TV saat pagi hari.
Para pemirsa , kita sedang berada
di tempat kejadian. Tempat dimana pesawat yang ditumpangi Tim Evanes FC jatuh
dan sebuah hutan terbakar.
Aku terdiam , jantungku terasa akan copot , aku memeluk
Spike. Spike berada di apartment-ku karena Ryan menitipkannya sebelum
berangkat.
“Spike... Ry..Rya..Ryan berada dipesawat itu!” Aku menangis ,
menangis sangat kencang! Spike-pun seolah mengerti apa yang sedang aku rasakan
, dia menggeliat disekitar tubuhku dan mukanya menunduk!
“2 minggu lagi kita akan
melangsungkan pernikahan , tapi mengapa semuanya hancur! Hancur!”. Tangisanku
sudah tak terbendung lagi , aku menelepon Ayah dan Ibu , merekapun sontak kaget
dan berkata akan segera menemaniku
Aku melihat kembali siaran di TV
tersebut , dan saat ku perhatikan , itu hutan dimana Ryan mengungkapkan isi
hatinya padaku , itu hutan Ryan!
Aku menangis selama 2 jam , dengan
Spike dipangkuanku.......
“Spike! Kau tau sesuatu? Lengkap! Semuanya lengkap!”.
Perasaanku saat itu sudah berada diujung tanduk , aku menghancurkan TV dengan
melemparnya dengan kursi , TV itu hancur.
Spike terlihat sangat ketakutan , ia
berlari menuju kamarku dan bersembunyi dibawah tempat tidurku.
“Oh Spike... Maafkan aku , aku tidak
bermaksud menakutimu , kamu satu satunya yang tersisa dari Ryan”. Aku
membujuknya , ia tetap tidak mau keluar.
“Come here , Spike. I’m Mrs.
Ryan...”. menyebut kata itu , perasaanku langsung bergetar , saat aku mulai
menangis lagi , mataku sudah tidak dapat mengeluarkan air mata lagi , air
mataku sudah mengering.
***
Saat jam menunjukan pukul 02.00 pm , ayah dan ibu datang.
Mereka langsung memelukku , mereka mengerti bagaimana rasanya diposisiku.
“Ayah.... Ryan!!!”. Aku menangis
dipelukan Ayah , pelukan yang nyaris sama saat aku memeluk Ryan.
“Sudah Alisha... Mungkin ini sudah
takdirnya , relakanlah dia”. Ayah mencoba menenangkanku
“Tidak Ayah!! Aku tidak bisa
merelakannya begitu saja!”. Aku melepaskan pelukanku.
“Aku akan mencarinya , sampai saat
ini belum ada kabar bahwa semua korban dinyatakan tewas , aku yang akan
mencarinya!”.
Ayah mencoba untuk menenangkanku ,
begitu juga ibu , mereka adalah orang tua yang sangat mengerti bagaimana
perasaan anaknya. Aku sangat berterimakasih pada Tuhan karena memberikan orang
tua yang menyayangiku.
Dua hari belum ada kabar tentang
Ryan , beberapa korban sudah ditemukan. Aku mulai putus asa akan keselamatan
Ryan karena korban yang ditemukan semuanya terbakar , hampir tidak bisa
dikenali.
Sampai empat hari tidak ada kabar
juga , aku memutuskan untuk pergi ke tempat kejadian itu. Aku sudah berusaha
untuk kuat , aku hampir merelakannya pergi. Aku pergi bersama Spike....
Sebagian Ryan.
***
“Spike... Kau siap?”. Aku menyalakan
mobil milik Ayah.
“Guuk... Guuk...”. Spike
menggonggong
“Lain kali akan aku ajarkan kau
berbicara Spike , aku bosan mendengar jawabanmu itu”.
Aku membawa mobilku pada kecepatan rendah
, kira-kira hanya 40km/h. Melintasi jalan ini , aku mengingat kembali peristiwa
tiga tahun lalu itu , saat aku untuk pertama kalinya dibawa ketempat yang
sangat nyaman dan indah.
Aku mengingat semua itu , aku tidak
ingin melupakan setiap detik kejadian yang pernah terjadi. Karena aku mulai
pesimis ketika melihat banyak kerumunan di hutan tersebut. Banyak pria
berseragam polisi disana , tempat itu dijaga ketat.
“Permisi , apakah saya boleh ikut
untuk mengevakuasi para korban?”. Tanyaku pada seorang Pria yang berjaga disana
“Oh maaf , bila ingin menjadi
sukarelawan , bisa mendaftar kesebelah sana”. Pria itu menunjuk kearah meja
yang berada di sebuah tenda hijau.
“Permisi , disini tempat untuk
mendaftar jadi sukarelawan?”. Aku melihat sekilas wajah Pria yang duduk di
belakang meja tersebut , muka yang mengerikan.
“Ohiya , silahkan isi data dirinya
disini”. Suaranya berat , dia memberikanku sebuah formulir berisi data data
yang harus aku lengkapi.
Aku diizinkan untuk masuk ke area yang
dijaga ketat oleh polisi tersebut , aku diarahkan untuk mencari di pinggiran
hutan , Spike aku gendong karena aku takut dia menginjak sesuatu.
Saat aku berjalan dipinggiran hutan
tersebut , Spike melompat dari pangkuanku , dia menggonggong ke arahku.
“Ada apa Spike?Apakah kau takut?”.
Aku tidak mengerti , Spike terus menggonggong ke arahku , apa ada yang salah
denganku?
Saat aku sedang berpikir untuk
mengerti apa yang Spike ingin katakan padaku , ia berlari ke luar area yang
seharusnya , aku mengejarnya namun larinya terlalu kencang sehingga aku tidak
dapat mengejarnya. Tapi aku tetap berlari dibelakangnya.
Spike berlari kearah belakang gunung
ini , ia memutari gunung ini dengan sangat cepat , sangat cepat!
Saat dia berhenti.... Barang bawaan
yang aku bawa terjatuh dengan sendirinya , tubuhku terasa akan jatuh ke tanah ,
aku melihat... aku melihat Ryan! Dia berdiri sambil memeluk Spike , apa ini
mimpi?
“Ternyata Spike menepati janjinya”.
Ryan datang menghampiriku , dengan tubuh penuh darah , luka bakar , hanya
wajahnya yang tak tersentuh oleh luka.
“Ry...Ryan , apa yang...”. Mulutku
mulai tak bisa berkata kata lagi , terasa terkunci... lagi.
“Sudahlah Alisha , yang terpenting ,
aku bisa menemuimu”. Dia berjalan ke arahku , dan tubuhnya seperti tak bisa
lagi menopang dirinya , dia terjatuh ketanah , Spike tetap berada dipelukannya.
***
Point Of View
: Ryan
Aku tersadar.... Setelah kejadian
yang sangat mengerikan , yang hampir menewaskanku saat itu juga , aku
beruntung. Sangat beruntung. Perlahan aku membuka mataku , aku melihat sinar
yang sangat terang mataku menyipit karena silau dari sinar tersebut.
“Ryan... Kau sudah sadar?”. Tanya
seorang perempuan yang tak bisa kulihat jelas wajahnya.
“Engg...”. Kepalaku sangat berat ,
sudah berapa lama aku tertidur seperti ini?
“Ryan... Jangan terlalu memaksakan
diri....”. Suara perempuan itu membuat hatiku sangat tenang.
“Alisha...”. Aku menyebutkan nama
itu , aku mengingatnya sampai akhirnya aku tidak sadarkan diri... lagi.
Point Of
View : Alisha
Sudah enam hari Ryan dalam masa
kritis , dia sempat tersadar untuk beberapa saat dan dia menyebutkan namaku.
Kalian tau bagaimana rasanya orang yang sangat kita sayang menyebutkan nama
kita pada saat ia tersadar untuk pertama kalinya.
Keadaan Ryan sudah sangat parah ,
aku tak tau harus berkata apa pada Ryan saat dia bangun nanti. Namun aku tetap
harus mengatakannya , ya! Aku akan mengatakannya saat dia bangun nanti , aku
mencintainya dengan apapun keadaannya.
Beberapa jam kemudian dia terbangun....
“Apa yang terjadi , Alisha?”. Dia
memegangi kepalanya yang diperban.
“Kau ada di rumah sakit , Ryan”
“Haha , seperti pertemuan kita dulu
Alisha”. Aku tak percaya... Dia masih mengingat kejadian tiga tahun lalu
tersebut.
“Al...Alisha , apa yang terjadi
dengan diriku?”. Dia mulai menyadari hal janggal yang terjadi pada dirinya.
“Ryan... Kakimu harus diamputasi
karena sebuah besi yang menancap pada kakimu itu bisa membahayakanmu”. Ya
itulah kenyataannya , Ryan harus kehilangan sebelah kakinya.
“Maafkan aku Alisha... Aku membuatmu
khawatir dan kali ini aku tidak akan menjadi Ryan seperti yang ada dipikiranmu
lagi , aku sudah kehilangan sebelah kakiku.”
“Jangan berkata seperti itu , Ryan”.
Butiran butiran air yang menggenang dikelopak mataku.
“Aku akan merelakanmu bila kamu
ingin pergi”. Ryan sepertinya pesimis akan keadaannya.
“Tidak! I’m Mrs.Ryan! And stay that
way forever!”. Aku menggenggam tangannya dengan sangat erat.
“Mrs.Ryan... Maafkan aku”
“Sudahlah Ryan , aku tidak akan
meninggalkanmu , sejak kejadian itu aku tidak pernah ingin kehilanganmu lagi”
Ryan tersenyum kearahku , aku
mencium keningnya dan tertidur dipangkuannya.
Sampai beberapa bulan kemudian , setelah Ryan sembuh total. Kita melangsungkan pernikahan. Setelah beberapa tahun , kita memiliki satu orang anak , kita menamainya Marvel , karena dia terlahir dengan keajaiban yang terjadi pada Ryan. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat baik , wajahnya terlihat seperti Ryan kecil.
Spike kini sudah tua , kecepatannya berkurang karena ukuran tubuhnya yang gemuk akibat jarang berlari bersama Ryan seperti dulu lagi. Kami menjadi keluarga yang sangat bahagia selanjutnya. Seperti cerita pada dongeng dongeng , cinta membuat semuanya menjadi indah.
Aku mencintai Ryan , dan Ryan mencintaiku. Kini Ryan adalah separuh diriku , aku tidak bisa hidup tanpanya. Bagaimanapun keadaan Ryan aku akan tetap mencintainya sampai kapanpun ,
"because i was born to be Mrs.Ryan"